By Jakob Sumardjo
Kapan waktunya dan siapa presidennya, belum diketahui. Namun, keberadaannya jelas karena logikanya juga jelas, yaitu potensi alamnya yang luar biasa, dan jumlah penduduknya yang begini besar tak mungkin goblok semua.
Saat itu presidennya tegas dan keras, tidak takut mati dan tidak takut kehilangan pendukungnya. Hatinya baik, tidak ada pikiran uang sama sekali karena sejak bayi sudah kaya-raya. Ketegasannya mendapat dukungan seluruh rakyat miskin di Indonesia, yaitu dalam melenyapkan korupsi, kejahatan dasar yang membuat negara ini hampir saja pecah belah.
Koruptor yang diketahui menilep uang negara satu miliar ke atas langsung dihukum mati karena yang antre untuk diadili begitu panjang. Koruptor di atas setengah miliar dipotong tangannya dan dipenjara seumur hidup. Yang korup seratus juta ke bawah dihukum seumur hidup. Khusus perkara korupsi tidak ada naik banding menurut hukum negara yang disetujui DPR, yang anggota-anggotanya cerdas, baik hati, tak banyak bicara, tetapi lebih banyak berpikir.
Dalam waktu satu tahun pertama pemerintahannya, nafsu orang yang ingin korup langsung lenyap. Hampir tiap hari ada koruptor dihukum mati, sampai banyak yang tak sempat disiarkan media. Keluarga koruptor yang dihukum mati, saat itu, tak mau mengubur sendiri, takut kerandanya ditimpuki rakyat miskin yang marah.
Demi perikemanusiaan
Pers dalam dan luar negeri cerewet menantang pemberantasan korupsi yang mereka nilai biadab dan melanggar hak asasi manusia ini. Namun, presiden kita memang orang berani. ”Saya tidak takut masuk neraka,” katanya kepada para juru kritik. ”Dalam situasi luar biasa, diperlukan tindakan luar biasa,” tambah wakil presidennya yang sama-sama batu karangnya.
Dalam waktu dua tahun pertama masa kepresidenannya, tak seorang pegawai negeri pun berani mangkir kerja tanpa surat dokter negeri. Orang berseragam pegawai negeri tak ada di jalanan, apalagi mal. Merokok pun tak berani, kecuali saat istirahat. Tiba-tiba seluruh pegawai negeri sibuk bekerja karena tugasnya tak habis-habis, semua melalui prosedur yang semestinya. Orang yang suka menyogok pegawai pun tak berkutik akibat semua pegawai negeri tak butuh sogokan, takut dipecat hari itu juga.
Para polisi di jalan raya dan di tempat lain tak lagi membawa pistol. Mereka hanya dibekali pentungan karet. Semua pengguna jalan tertib, antrean lama tak mengapa, karena tilang langsung dengan denda tinggi amat menakutkan. Para pengguna jalan ini patuh membayar denda tinggi karena yakin, uang denda benar-benar masuk kas negara.
Meski polisi tidak bersenjata, nyali para penjahat juga kecut karena yang diketahui membunuh korban langsung dihukum mati. Utang nyawa bayar nyawa, itulah semboyan di pojok-pojok toko. Para pemerkosa dihukum seumur hidup. Dua kali memerkosa dihukum mati. Di mana sila Perikemanusiaan dalam Pancasila? Jawab presiden, ”Itu semua dilakukan demi perikemanusiaan. Bukan perikejahatan!”
Setelah pemberantasan biang kekacauan, berangsur-angsur negara Indonesia membutuhkan tambahan pegawai. Karena tak ada lagi budaya sogok, hanya mereka yang benar-benar mampu di bidangnya dapat diterima. Kerja pembangunan bisa dilaksanakan. Tidak ada rencana pembangunan yang tak berhasil karena semua dana utuh sampai selesai. Jalan-jalan mulus. Kemacetan tak ada lagi akibat pembangunan jalan layang bagai kabel listrik di kota-kota besar. Dan subway dibangun di mana-mana.
Ibu kota negara dipindah ke Kalimantan, di tengah-tengah kepulauan Indonesia. Itulah Washington Indonesia. Jakarta adalah New York-nya Indonesia. Bandara seperti Soekarno-Hatta dibangun di 20 kota besar Indonesia. Semua berasal dari uang negara yang 100 persen selamat. Coba tahun 1970-an sudah begini, Indonesia akan disebut macan Asia nomor dua setelah Jepang.
Syarat kesuburan
Pada pemerintahan kedua, turis Indonesia ditunggu-tunggu di negara-negara tetangga. TKI dan TKW telah lenyap sejak pemerintahan pertama hampir berakhir. Bahkan, TKW lain bangsa masuk Indonesia.
Turisme bukan lagi slogan. Menteri Pariwisata paling sibuk bekerja. Pada malam hari, lampu kantor ini tak pernah padam. Devisa sektor ini melebihi pendapatan pajak, pertambangan, pertanian, kehutanan. Para turis dimanja karena aman, transpor tepat waktu, dan ”Bali-Bali” baru bertebaran di Indonesia.
Nilai mata uang rupiah yang puluhan tahun bikin malu bangsa (negara sama sekali tak malu) diturunkan menjadi satu dollar AS setara satu rupiah RI. Bayangkan kalau kekayaan negara dihitung dalam nilai mata uang lama akan membingungkan kepala akibat triliun dari triliun dan triliun rupiah. Harga mobil paling mewah cuma Rp 200.000. Gaji pegawai negeri paling top Rp 70.000. Recehan satu sen ada di kantong tiap warga negara.
Setelah pemerintahannya yang kedua berakhir, presiden dan wakil presiden kita pensiun. Meski rakyat tetap ingin memilihnya, keduanya tetap menolak karena tak sesuai dengan undang-undang. Penggantinya tidak sehebat presiden kita itu, tetapi tak apa sebab seluruh bangsa telah memasuki budaya baru, yaitu budaya bersih. Orang takut, namanya masuk koran meski cuma nyopet jam tangan.
Impian tata temtrem kerta raharja, adil makmur ternyata bukan omong kosong dongeng anak-anak. Kuncinya hanya satu, tembak mati para maling negara, entah jemaah maupun perorangan. Ibu Pertiwi akan bersimbah darah para penjarah, tetapi itulah syarat kesuburan.
Jakob Sumardjo, Esais
Sumber : Artikel Opini Harian Kompas,Sabtu, 12 April 2008
Kapan waktunya dan siapa presidennya, belum diketahui. Namun, keberadaannya jelas karena logikanya juga jelas, yaitu potensi alamnya yang luar biasa, dan jumlah penduduknya yang begini besar tak mungkin goblok semua.
Saat itu presidennya tegas dan keras, tidak takut mati dan tidak takut kehilangan pendukungnya. Hatinya baik, tidak ada pikiran uang sama sekali karena sejak bayi sudah kaya-raya. Ketegasannya mendapat dukungan seluruh rakyat miskin di Indonesia, yaitu dalam melenyapkan korupsi, kejahatan dasar yang membuat negara ini hampir saja pecah belah.
Koruptor yang diketahui menilep uang negara satu miliar ke atas langsung dihukum mati karena yang antre untuk diadili begitu panjang. Koruptor di atas setengah miliar dipotong tangannya dan dipenjara seumur hidup. Yang korup seratus juta ke bawah dihukum seumur hidup. Khusus perkara korupsi tidak ada naik banding menurut hukum negara yang disetujui DPR, yang anggota-anggotanya cerdas, baik hati, tak banyak bicara, tetapi lebih banyak berpikir.
Dalam waktu satu tahun pertama pemerintahannya, nafsu orang yang ingin korup langsung lenyap. Hampir tiap hari ada koruptor dihukum mati, sampai banyak yang tak sempat disiarkan media. Keluarga koruptor yang dihukum mati, saat itu, tak mau mengubur sendiri, takut kerandanya ditimpuki rakyat miskin yang marah.
Demi perikemanusiaan
Pers dalam dan luar negeri cerewet menantang pemberantasan korupsi yang mereka nilai biadab dan melanggar hak asasi manusia ini. Namun, presiden kita memang orang berani. ”Saya tidak takut masuk neraka,” katanya kepada para juru kritik. ”Dalam situasi luar biasa, diperlukan tindakan luar biasa,” tambah wakil presidennya yang sama-sama batu karangnya.
Dalam waktu dua tahun pertama masa kepresidenannya, tak seorang pegawai negeri pun berani mangkir kerja tanpa surat dokter negeri. Orang berseragam pegawai negeri tak ada di jalanan, apalagi mal. Merokok pun tak berani, kecuali saat istirahat. Tiba-tiba seluruh pegawai negeri sibuk bekerja karena tugasnya tak habis-habis, semua melalui prosedur yang semestinya. Orang yang suka menyogok pegawai pun tak berkutik akibat semua pegawai negeri tak butuh sogokan, takut dipecat hari itu juga.
Para polisi di jalan raya dan di tempat lain tak lagi membawa pistol. Mereka hanya dibekali pentungan karet. Semua pengguna jalan tertib, antrean lama tak mengapa, karena tilang langsung dengan denda tinggi amat menakutkan. Para pengguna jalan ini patuh membayar denda tinggi karena yakin, uang denda benar-benar masuk kas negara.
Meski polisi tidak bersenjata, nyali para penjahat juga kecut karena yang diketahui membunuh korban langsung dihukum mati. Utang nyawa bayar nyawa, itulah semboyan di pojok-pojok toko. Para pemerkosa dihukum seumur hidup. Dua kali memerkosa dihukum mati. Di mana sila Perikemanusiaan dalam Pancasila? Jawab presiden, ”Itu semua dilakukan demi perikemanusiaan. Bukan perikejahatan!”
Setelah pemberantasan biang kekacauan, berangsur-angsur negara Indonesia membutuhkan tambahan pegawai. Karena tak ada lagi budaya sogok, hanya mereka yang benar-benar mampu di bidangnya dapat diterima. Kerja pembangunan bisa dilaksanakan. Tidak ada rencana pembangunan yang tak berhasil karena semua dana utuh sampai selesai. Jalan-jalan mulus. Kemacetan tak ada lagi akibat pembangunan jalan layang bagai kabel listrik di kota-kota besar. Dan subway dibangun di mana-mana.
Ibu kota negara dipindah ke Kalimantan, di tengah-tengah kepulauan Indonesia. Itulah Washington Indonesia. Jakarta adalah New York-nya Indonesia. Bandara seperti Soekarno-Hatta dibangun di 20 kota besar Indonesia. Semua berasal dari uang negara yang 100 persen selamat. Coba tahun 1970-an sudah begini, Indonesia akan disebut macan Asia nomor dua setelah Jepang.
Syarat kesuburan
Pada pemerintahan kedua, turis Indonesia ditunggu-tunggu di negara-negara tetangga. TKI dan TKW telah lenyap sejak pemerintahan pertama hampir berakhir. Bahkan, TKW lain bangsa masuk Indonesia.
Turisme bukan lagi slogan. Menteri Pariwisata paling sibuk bekerja. Pada malam hari, lampu kantor ini tak pernah padam. Devisa sektor ini melebihi pendapatan pajak, pertambangan, pertanian, kehutanan. Para turis dimanja karena aman, transpor tepat waktu, dan ”Bali-Bali” baru bertebaran di Indonesia.
Nilai mata uang rupiah yang puluhan tahun bikin malu bangsa (negara sama sekali tak malu) diturunkan menjadi satu dollar AS setara satu rupiah RI. Bayangkan kalau kekayaan negara dihitung dalam nilai mata uang lama akan membingungkan kepala akibat triliun dari triliun dan triliun rupiah. Harga mobil paling mewah cuma Rp 200.000. Gaji pegawai negeri paling top Rp 70.000. Recehan satu sen ada di kantong tiap warga negara.
Setelah pemerintahannya yang kedua berakhir, presiden dan wakil presiden kita pensiun. Meski rakyat tetap ingin memilihnya, keduanya tetap menolak karena tak sesuai dengan undang-undang. Penggantinya tidak sehebat presiden kita itu, tetapi tak apa sebab seluruh bangsa telah memasuki budaya baru, yaitu budaya bersih. Orang takut, namanya masuk koran meski cuma nyopet jam tangan.
Impian tata temtrem kerta raharja, adil makmur ternyata bukan omong kosong dongeng anak-anak. Kuncinya hanya satu, tembak mati para maling negara, entah jemaah maupun perorangan. Ibu Pertiwi akan bersimbah darah para penjarah, tetapi itulah syarat kesuburan.
Jakob Sumardjo, Esais
Sumber : Artikel Opini Harian Kompas,Sabtu, 12 April 2008
No comments:
Post a Comment