Friday, December 26, 2008

Rara Mendut


Cerita yang mengharukan sekaligus heroik. Membuka mata tentang raja-raja Jawa dan kuasanya atas wanita-wanita di tanah Jawa. Benar-benar intrik politik yang menjual harkat dan martabat wanita.

Gwe suka bagaimana Rara Mendut memperjuangkan keinginannya untuk bersama dengan kekasihnya. Jadi ingat kalimat yang diucapkan oleh Tamaki dalam Miss Modern, "Bukan pria yang memilih wanita, tapi wanitalah yang memilih pria mana yang ia suka". Menurut gwe biarpun judulnya adalah Rara Mendut, bagi gwe tokoh utama trilogi buku ini adalah Genduk Duku. Wanita yang bebas, meski budak awalnya. Mengagumi puannya Rara Mendut dan mengilhami putrinya Lusi Lindri.

Hal yang paling menggugah gwe adalah, sejarah raja-raja Jawa yang tidak diceritakan. Bila melihat bagaimana perjalanan monarki Inggris Raya dan Perancis, kita bisa melihat bagaimana sepak terjang raja-raja di kerajaan itu memimpin, berperang dan kehidupan cintanya yang penuh dengan intrik diceritakan, digambarkan dan dijadikan misteri yang kemudian ingin selalu dicari kebenarannya. Tapi tidak dengan raja-raja Mataram. Tidak ada catatan tentang pembunuhan massal yang dilakukan, perang penaklukan atas daerah-daerah sekitarnya atau tentang kehidupan di dalam istananya. Semua serba dihilangkan dari sejarah Jawa sendiri. Berapa banyak rakyat yang jadi korban kegilaan Amangkurat I? atau berapa banyak keluarga bangsawan yang dihabiskan untuk sebuah kekuasaan? dan bagian yang menarik, bagaimana intrik konspirasi di balik keraton?

Dan lagi-lagi, membaca buku epik sejarah membuat gwe ingin menjelajah kota-kota kecil di pulau Jawa, berkeliling keraton Jogja dan membolak-balik Babad Tanah Jawi kemudian menilik setiap lembar isinya.

Laut merujukkan segala air sungai dan selokan yang terpecah belah. Laut menyatukan kembali apa yang awal mula memang sudah bersatu di angkasa. Laut menerima segala yang busuk dan rusak, yang hanyut dan dianggap buangan. Laut merangkul semua itu dengan ikhlas. Tetapi biar hanya lumpur dan kebusukkan sampah-sampah belaka yang ia terima, bau laut tidak busuk. Penuh pengertian dan pengampunan bagi segala yang jelek dibenamnya. Dalam nyayian yang merdu keikhlasan yang riang. Laut tak pernah murung, tak pernah mengeluh. Kapal seberat apapun ia gendong, dan ikan Hiu seganas apapun ia emban.

Lusi Lindri - Rara Mendut, Sebuah Trilogi
Y.B. Mangunwijaya (2008)

1 comment:

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.