Sejak tinggal jauh dari Indonesia, konsumsi saya pada berita-berita di Indonesia memang berkurang. Sumber berita lebih banyak saya dapatkan dari surat kabar online, atau situs berita. Dan hanya sesekali menyambangi siaran televisi streamline. Dan tidak jarang mengandalkan pada timeline twitter. Padahal, beberapa bulan terakhir ini, berita-berita di Indonesia sedang panas-panasnya. Segala masalah rasanya jadi sorotan media. Dari masalah korupsi sampai masalah pacaran via FB.
Kadang saya menunggu hingga satu berita menjadi stabil, karena kalau dilihat, berita di surat kabar online, berkembang sangat dinamis, dan seringkali (menurut saya) tanpa fakta. Inilah yang membuat saya jadi lebih berpikir. Karena ketidak terlalu seringannya saya membaca berita ini membuat saya merasa bahwa seringkali berita-berita di media massa ini seperti menggiring opini pembacanya pada satu tendensi. Yang entah tendensi itu baik atau buruk atau bahkan abu-abu tidak jelas.
Dalam pikiran saya, mungkin memang ada upaya penggiringan pada satu opini, namun pasti pihak surat kabar atau televisi punya pemikiran bahwa pembaca dan pemirsanya adalah manusia yang cukup cerdas untuk menganalisa berita dan kemudia bisa memeberikan penilaian sendiri pada berita itu. Namun saya pikir tidak semua orang akan berpikir sangat cerdas membaca sebuah berita.Sebagian besar menelan berita itu mentah-mentah dan sebagian lagi mungkin tidak peduli.
Tapi, tetap saja menggiring opini orang ke satu titik sungguh bukan pilihan yang baik bagi media. Di mata saya, M***oTV seperti sangat Kuning tapi tidak sangat AB,TVO** sangat AB, K****S tidak objektif dalam menilai pemerintahan yang sekarang. In my humble opinion.
Yang saya rasakan adalah, kadang saya merasa mendapat informasi yang sangat tidak jujur,dilebih-lebihkan dan kurang fakta, hanya mungkin untuk kepentingan rating atau membuat opini di masyarakat. Padahal, tanpa disadari, sebagai orang awam, kita sangat haus informasi yang cerdas, dan bermutu yang disajikan dengan bukti-bukti yang akurat, dan tanpa menutupi fakta yang ada.
Dan, media jejaring sosial pun saya pikir ternyata punya kecenderungan yang sama untuk membentuk opini bagi para penggunanya.Statement-statement pribadi menjadi konsumsi publik, tak jarang memang ditelan mentah-mentah tanpa sempat disikapi secara bijak.
Memang semua bergantung pada pribadi masing-masing untuk mencerna berita, memilah yang baik dan menyikapi dengan penuh pertimbangan. Namun rasanya media juga punya kewajiban untuk menjadi penyedia informasi yang tidak cuma informatif namun juga edukatif dengan menyediakan berita yang benar. Sehingga informasi tidak cuma menjadi fungsi pribadi tapi juga menjadi fungsi sosial.
Mungkin ini pertanda sudah terlalu lelah membaca headline berita yang kadang judulnya saja membuat saya berpikir apa memang cuma sekedar kebutuhan diklik oleh pembacanya yang membuat judulnya menjadi sangat tidak bermutu.Atau memang sebenarnya kondisi di Indonesia memang sehingar-bingar judul beritanya ya?!